Sembari mengantar, Lobe ( pertama dia menyebut namanya saya kira namanya Low Batt ) menjelaskan kalau ada beberapa point yang bisa dipakai disini. Bahkan ada satu tempat belajar yang disebut Sekwiliz, nggak jauh dari penginapan kami. Oke… bisa geret teman-teman berarti hehehehe…
Jujur saya deg-degan juga dengan nama besar Nembrala, plus saya nggak bawa booties dengan pedenya, padahal dasarnya karang, serta mengajak teman saya juga yang baru kedua kalinya mencoba surfing. Semoga lokasinya nggak terlalu berarus. Untungnya semua orang berpendapat kalau ombak hari ini kecil. Berita bagus.
Ternyata kondisinya cukup bersahabat. Beberapa surfer sudah stand by di line up sembari menunggu ombak memang tidak terlalu banyak. Saya segera memposisikan diri di line up juga, sementara teman saya akhirnya harus mengambil jarak aman untuk menonton sambil berlatih paddle.
I can see the reef… clearly! Airnya jernih banget. Tapi itu juga yang buat serem. Begitu paddle untuk mengambil posisi take off, yang terlihat ya karang-karang itu. Meskipun ombak Nembrala ini hampir serupa dengan ombak Tanjung Lesung, tapi ternyata nggak sedangkal itu. Saya sempat menyelam sampai hampir mencapai dasar, dan rasanya aman untuk wipe out atau kegulung. Mudah-mudahan…
Hari pertama itu saya hanya mendapat sedikit ombak, selain rasanya ramai sekali, saya juga masih bingung dengan posisi yang tepat untuk take off, juga angin off shore yang rasanya menahan saat akan take off. Oke, besok saya akan pakai papan yang lebih flat dan lebar. Semoga bisa lebih mudah untuk mengambil ombak.
Makan malam di penginapan meskipun sederhana tapi menyenangkan sekali. Semua masakannya enak, Apa karena memang laper banget yaaa? #pembenaran #rakus
Hari-hari berikutnya memang lebih mudah untuk mebaca posisi ombak, apalagi setelah salah satu surfer Australi yang telah menetap di Bali namun langganan surfing di Nembrala itu membagi rahasianya mengenai patokan darat agar mudah mengambil ombak, sangat membantu saya untuk mempertahankan posisi yang benar.
Ia memberikan bocoran jam-jam sepi pula, dimana saat para surfer telah lelah surfng dari pagi dan memutuskan untuk kembali makan siang, nah. Saat itulah ombak seakan milik pribadi. Saya bahkan sempat surfing bedua dia saja selama kurang lebih sejam. Puas banget rasanya dapat memilih ombak mana saja yang mau diambil. Paddle bolak balik lumayan buat capai, apalagi ombak Nembrala ini memang panjang sekali. Kalau nggak dihabiskan rasanya mubazir, tapi kalau diambil sampai habis, paddle balik ke pointnya serasa di ospek hahaha… serba salah.

Jujur saya deg-degan juga dengan nama besar Nembrala, plus saya nggak bawa booties dengan pedenya, padahal dasarnya karang, serta mengajak teman saya juga yang baru kedua kalinya mencoba surfing. Semoga lokasinya nggak terlalu berarus. Untungnya semua orang berpendapat kalau ombak hari ini kecil. Berita bagus.
Ternyata kondisinya cukup bersahabat. Beberapa surfer sudah stand by di line up sembari menunggu ombak memang tidak terlalu banyak. Saya segera memposisikan diri di line up juga, sementara teman saya akhirnya harus mengambil jarak aman untuk menonton sambil berlatih paddle.
I can see the reef… clearly! Airnya jernih banget. Tapi itu juga yang buat serem. Begitu paddle untuk mengambil posisi take off, yang terlihat ya karang-karang itu. Meskipun ombak Nembrala ini hampir serupa dengan ombak Tanjung Lesung, tapi ternyata nggak sedangkal itu. Saya sempat menyelam sampai hampir mencapai dasar, dan rasanya aman untuk wipe out atau kegulung. Mudah-mudahan…
Hari pertama itu saya hanya mendapat sedikit ombak, selain rasanya ramai sekali, saya juga masih bingung dengan posisi yang tepat untuk take off, juga angin off shore yang rasanya menahan saat akan take off. Oke, besok saya akan pakai papan yang lebih flat dan lebar. Semoga bisa lebih mudah untuk mengambil ombak.
Makan malam di penginapan meskipun sederhana tapi menyenangkan sekali. Semua masakannya enak, Apa karena memang laper banget yaaa? #pembenaran #rakus
Hari-hari berikutnya memang lebih mudah untuk mebaca posisi ombak, apalagi setelah salah satu surfer Australi yang telah menetap di Bali namun langganan surfing di Nembrala itu membagi rahasianya mengenai patokan darat agar mudah mengambil ombak, sangat membantu saya untuk mempertahankan posisi yang benar.
Ia memberikan bocoran jam-jam sepi pula, dimana saat para surfer telah lelah surfng dari pagi dan memutuskan untuk kembali makan siang, nah. Saat itulah ombak seakan milik pribadi. Saya bahkan sempat surfing bedua dia saja selama kurang lebih sejam. Puas banget rasanya dapat memilih ombak mana saja yang mau diambil. Paddle bolak balik lumayan buat capai, apalagi ombak Nembrala ini memang panjang sekali. Kalau nggak dihabiskan rasanya mubazir, tapi kalau diambil sampai habis, paddle balik ke pointnya serasa di ospek hahaha… serba salah.

![]() |
babi di pantai… gemesin ga seeeh |
![]() |
di capture dari digicam, ombaknya unyuuu… |
Surfing di Nembrala rasanya nggak seperti surfing di Indonesia, semuanya bule. Ombak sebagus ini memang memanggil mereka untuk jauh-jauh datang dari seluruh pejuru dunia. Mereka hanya butuh ombak, bahkan nggak keberatan dengan segala macam keterbatasan Rote, penginapan yang sederhana, keterbatasan pilihan transportasi, jalan rusak.. semua karena ombak,
Hanya satu yang saya sesalkan. Saya adalah seorang natural footer, dimana posisi berdiri di atas papan surfing adalah kaki kanan di belakang. Dengan kondisi ombak Nembara yang mengarah ke kiri, saya harus membelakangi ombak. Dan ombak-ombak terbaik di negri ini hampir semuanya kiri. Sementara saya sebagai natural footer lebih menguasai ombak kanan. Sigh… I wish I was a goofy, dimana kaki kiri yang berada di belakang, sehingga saya dapat menghadap ombak kala surfing. Pasti puas banget rasanya.
“kita coba untuk jalan-jalan ke Bo’a yuk..” Ajak saya satu sore.
“Hei jangan salah sebut ya… harus Bo’a, dengan jeda.. jangan Boa” kata teman saya.
“ Lha emang kenapa gitu? Saya jadi bingung.
“ Dalam bahasa Kupang.. Boa itu artinya …*sensor*.. “ Waks, gawat juga kalau sampai salah ngomong ya.. bisa disangka bicara jorok nih.
Dan kami akhirnya mendapatkan motor sewaan yang kami pakai untuk mengunjungi Bo’a, point kanan yang berjarak kurang lebih sejam dari penginapan kami. Jalan kecil berliku yang mengingatkan pada rally mobil ini pemandangannya bagus banget. Bahkan di beberapa lokasi terlihat villa-villa telah dibangun.
Bo’a sendiri memang terkenal dengan ombak kanannya yang cukup keras. Telah dua tahun berturut-turut menjadi lokasi kompetisi surfing tingkat nasional. Musimnya berlawanan dengan musim ombak Nembrala, jadi bakalan bagus dia akhir dan awal tahun. Meskipun pemandangannnya masih kalah dashyat dibandingkan Nembrala kalau menurut saya, yang penting saya sudah pernah lihat point ini.
Semua berjalan mulus selama beberapa hari di Nembrala, sampai pada hari kami harus kembali ke Kupang. Ferry tidak bisa berangkat dari Kupang karena cuaca yang buruk. Sementara kami telah memesan tiket untuk kembali ke Jakarta pada hari berikutnya. Dhueeng…. !!! Ketegangan dimulai.
“Selain kapal cepat ada juga ferry lambat, tapi sampai ke Kupangnya baru dua hari kemudian “ Yah.. sama aja bo’ong doong kalau begitu. Tiket kami akan hangus.
“ Pesawat mungkin juga ada, tapi bukan penerbangan regular. Hanya terbangan saat ferry nggak bisa jalan sebagai transportasi alternative, itupun belum tau jam berapa.” Teman saya menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang ada.
“Pilihan berikutnya ada boat kecil yang disebut kapal body, kapal nelayan kecil yang bisa disewa untuk menyebrangi pulau.” Nah ini merupakan pilihan yang paling gila. Kapal body itu bener-bener cuma seukuran body aja, dan mereka berani jalan malam ditengah cuaca yang mendadak berubah ini. Tapi hanya ini lah kemungkinan yang paling pasti.
Wah, benar-benar piliha yang sulit. Kami hampir saja memastikan kapal body itu.. sampai kami mendengar kabar kalau ada kejadian kapal tersebut terdampar bulan lalu, dan para penumpangnya berenang kembali selama 4 jam ke Rote. Beruntung mereka membawa surfboard. Oke.. coret kemungkinan ini.
Akhirnya dapat juga kepastian pesawat yang terbang ke Kupang, Dengan kondisi keuangan yang ngepas, sampai mengharuskan kami pndah penginapan agar bisa ngutang dulu ( kenal dengan pemiliknya ), akhirnya dapat juga titik terang untuk kembali ke Kupang. Well.. kejadian di pulau terpecil seperti ini memang tidak terduga. Gimanapun juga, keinginan untuk kembali ke Rote itu pasti ada. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama lagi