Surfing Bono

GOPR0648-5 Celngak-celinguk saya mengedarkan pandangan pada suasana bandara Sutan Syarif Kasim II di Pekanbaru pagi itu. Tidak terlihat satupun penumpang yang membawa papan selancar. Sangat berbeda dibanding saat saya mendarat di Padang atau Kupang yang memang merupakan tempat transit peselancar yang akan meneruskan perjalanan ke Mentawai atau Rote. Kembali teringat dengan beberapa pertanyaan yang sering saya terima, baik di sosial media maupun secara langsung.

I look around when I arrived at Sultan Syarif Kasim II Airport in Pekanbaru that morning . can’t see any single passenger carrying surfboard . Totally different situation than Padang or Kupang which are the transit points for surfers for Mentawai or Rote . I remember some questions I was often asked in social media or in person:

“Sudah pernah ke Riau, Kak, ada ombak Bono di sungai.”

“Kalau surfing di sungai itu sudah pernah, kak?”

“Ada ombak namanya Bono, lho, sudah tau, Mba?”

Have you been to Riau?There’s a Bono wave in the river.”

“Have you ever surf in a river?”

“There’s wave named Bono, do you know that?”

Mereka semua sudah tahu atau paling tidak pernah mendengar tentang fenomena alam yang memang luar biasa ini. Selancar di sungai. Padahal lazimnya selancar itu dilakukan di laut. Tapi rupanya belum sebanyak itu peselancar yang mencobanya. Meskipun Bono sudah menjadi salah satu tujuan wisata selancar impian bagi para peselancar saat ini.

They all already knew or at least heard about the extraordinary phenomena: surfing in the river. Surfing itself is common in the ocean. Bono has become one of the dream destinations for surfers but apparently not many surfers had a chance to try it.

Tidak lama kemudian saya sudah berada di atas perahu, membelah sungai Kampar. Rescue boat yang saya tumpangi bergerak cepat meninggalkan Pangkalan Kerinci yang terletak tepat di bawah jembatan Kerinci, di kota Palalawan, sekitar satu setengah jam dari Pekanbaru. Angin pagi yang dingin menerpa wajah dan memberikan rasa dingin di sekujur tubuh. Untung saya sudah mempersiapkan windbreaker.

It didn’t take a long time, I am ready to splitting the Kampar river. The rescue boat is moving fast leaving Pangkalan Kerinci which is located just below the Kerinci bridge, in Palalawan town , about one and a half hours from Pekanbaru . Cold morning breeze caress my face and gives chilly sensation to my whole body . Lucky I have a windbreaker on .

Perjalanan sekitar 3 jam membelah sungai Kampar yang tenang terasa sangat menyenangkan. Pada kedua sisinya bergantian pepohonan dan alang-alang diselingi beberapa rumah panggung warga, melaju kebelakang seiring kecepatan boat meninggalkannya. Matahari perlahan meninggi, memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya pagi itu. Sesekali saya melihat biawak yang batal menyebrang karena terhalang boat kami.

Cruising for 3 hours through the Kampar river was very exhilarating. On both sides alternately trees and reeds, interspersed with a few local houses. The sun slowly rises , giving a little warmth in the cold morning . Several times I see big lizards changed their mind not to cross the river as our speedboat breaking their path.

Terdapat dua cara untuk mencapai Teluk Meranti, pemberhentian terakhir kami sebelum berselancar di ombak Bono ini. Cara pertama seperti yang saya alami, melalui sungai, dan yang kedua melalui jalan darat selama kurang lebih 5 hingga 6 jam, Namun yang perlu diperhatikan, akses jalan tidak terlalu bagus sehingga perlu kendaraan gardan ganda untuk melaluinya.

There are two ways to reach Teluk Meranti , our last stop before hit the Bono. One as I did: through rivers. The other way is by driving for about 5 to 6 hours. To be considered, the access road was not good that we need four wheel drive vehicle to get through .

GOPR0629
keberangkatan dari Pangkalan Kerinci
GOPR0632
I tell ya.. it’s freezing!

Teluk Meranti sendiri terus berkembang melengkapi dirinya seiring naiknya popularitasnya. Sudah ada penginapan yang biasa disambangi oleh para peselancar, berhadapan dengan warung nasi yang selalu ramai saat makan siang tiba, Para peselancar lokal berkumpul di depan penginapannya, bersiap untuk menyambut Bono yang akan datang siang ini.

Teluk Meranti continues to develop their facility as many surfers start to come. There is a surfcamp, in front of a small waroeng which is always full around lunch time. Local surfers hang out in front of the surfcamp, ready to hit the water when the Bono come.

Waktu kedatangan Bono berubah sesuai jam pasang air laut. Bono memang sebutan untuk ombak yang secara teratur mengampiri sungai Kampar. Dahulu para orang tua di desa Teluk Meranti mempercayai bahwa suara keras yang ditimbulkan oleh ombak Bono berasal dari kuda-kuda yang berlari kencang, siap menghantam perahu sial yang terjebak masih berada di tengah sungai saat mereka menghampiri, Dari cerita ini jugalah istilah Bakudo dipakai, Bakudo sendiri artinya berselancar menunggangi kuda, dalam hal ini para penduduk setempat meluncur di depan ombak Bono menggunakan perahu kayu mereka.

Bono arrival time changes according to tide schedule. Bono is the name for the waves that regularly came to Kampar river. In the past, the elder of Teluk Meranti believed that the loud noise of Bono waves were coming from the horses that raced, ready to hit the unlucky boat that stuck in the middle of the river when they approach. That’s the origin of the name Bakudō. Bakudō means riding the horses (surfing), when the locals slid in front of Bono waves using their wooden boats .

Bakudo sudah mereka lakukan jauh sebelum kunjungan peselancar pertama memasuki desa mereka. Bono sendiri berarti ‘benar’, dan terjadi karena tidal bore, yaitu bertambahnya volume air yang sangat besar disebabkan oleh kejadian air pasang di laut. Bentuk muara sungai Kampar yang sangat luas dan kemudian perlahan menyempit, membuat tenaga dorongan air semakin besar. Kondisi ini didukung pula oleh kontur dasar sungai yang mempunyai dangkalan di beberapa tempat, sehingga menimbulkan jalur ombak yang dapat dipakai berselancar.

They already did Bakudō long before the first surfers visited their village . Bono means ‘ true’. It happened because of the tidal bore, which very large volume of water increased caused by the ocean high tide. The shape of the Kampar river mouth very wide and then slowly narrowed. This condition is also supported by the contours of the river which has shoal in some places, producing wave that surfable.

Pada waktu bulan baru dan bulan purnama, dimana gravitasi bulan lebih besar mempengaruhi pasang surut, saat itu pulalah ombak Bono lebih tinggi. Musim hujan juga berpengaruh terhadap debit air sungai. Semakin luas permukaannya semakin banyak pula volume air yang terdorong, semakin tinggi ombak.

In new moon and full moon time, when the moon’s gravity is bigger, causing bigger tide, will also produce higher Bono waves. The rainy season also affects the water volume. The more surface area the more water volume pushed, the higher waves constructed.

Saya memincingkan mata berusaha melihat di kejauhan saat rescue boat kami membelah permukaan air yang tenang. Rescue boat adalah alat transportasi wajib apabila surfer hendak mencadi ombak bono yang cukup tinggi. Hanya rescue boat lah yang bisa dengan leluasa menerjang ombak saat akan menyelamatkan peselancar yang terjatuh di tengah Bono.

I squinted trying to see in the distance as we cruise the calm water surface. Rescue boat is required if we want to surf higher Bono so it has the ability to hit the wave and save the surfers.

“Itu, Kak, Bono-nya sudah kelihatan.”

“Mana? Yang putih-putih itu bukannya pantai pasir?”Saya melihat hamparan luar berwarna putih di kejauhan. Mirip dengan hamparan pasir putih.

“There! Bono comes.”

“Which one? I thought the white line there is a sandy beach.” I saw a white long line, looks like white sand from a distance.

“Bukan, itu ombak.” Vicky si peselancar wanita setempat yang menemani saya ketika itu ikut memincingkan mata. Senyum mengembang dari bibirnya. Jujur saya merasa sedikit tegang saat itu. Ternyata bentangan berwarna putih yang menutup seluruh lebar sungai di depan adalah ombak!

“No, that’s the wave!” Vicky the local surfer girl also squinted. She smiled broadly. Honestly, I felt nervous. The long white line that covered all over the river is a wave!

DSC_9081
Me and Vicky, the local girl

DSC_9064 Perlahan saya bisa melihat bentuknya semakin jelas. Ternyata kami menyongsong ombak yang sangat panjang. Ombak dengan permukaan yang sangat mulus berwarna coklat susu, memecah perlahan seakan memanggil peselancar untuk menungganginya. Saya langsung jatuh hati melihat bentuknya yang sempurna.

Slowly I can see the form of the wave. We are heading straight to a very long wall of the wave. A glassy choco brown wave, breaking slowly, what a perfect shape to surf. I fall in love on the first sight.

“Siap-siap lompat, Mba.” Edy salah seorang peselancar setempat memberi komando. Memang hanya seperti inilah cara seorang peselancar memulai sesi berselancarnya. Tanpa banyak berpikir saya pun melompat dari rescue boat, menyongsong ombak Bono setinggi dua meter yang seketika langsung mendorong papan selancar saya.

“Get ready to jump.” Edy, one of the local surfer gives a command as we are getting closer. This is the only way to catch the wave. I jump off from the boat, paddle closer to two meter high wave. I can feel it started to push my board.

Wow, alangkah luar biasa rasanya.

Ombak di bawah kaki saya mengalun lembut, melaju cukup perlahan memberikan saya waktu untuk berpikir gerakan apa saja yang ingin saya lakukan saat menungganginya. Semilir angin meniup rambut dan membelai wajah. Pepohonan di kiri dan kanan sungain terlihat jelas meskipun berjarak cukup jauh. Kalau berselancar di laut, seorang surfer bisa berdiri di atas ombak paling hanya sekitar 40 detik saja, Bono memberikan kesempatan seorang surfer untuk berdiri hingga dua jam lamanya.

Woa, it is amazing.

The wave beneath my board are peeling slowly, moving toward not too fast, give me more than enough time to think the style I’d like to try. Wind blowing on my face. Trees on both side of the river are in my sight even they are far enough. Normally the surf time in the ocean only around 40 second max, but this time Bono can give two hours riding, non-stop.

Ombak yang menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih 40 kilometer ini memberikan sensasi yang sulit ditandingi oleh ombak manapun. Para peselancar setempat menunggu di titik aman tertentu, dimana mereka masih bisa mencegat ombak yang datang dengan cukup aman karena mereka masih mengandalkan perahu kayu sebagai transportasi.

The sensation is incomparable to the wave in the ocean. Totally different. Some local surfers wait at the certain locations that save enough for their wooden boat.

Berselancar beramai-ramai seperti ini baru sekali saya alami. Semua tertawa dan berbagi ombak dengan cerianya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk saya merasa capai. Kaki terasa pegal dan napas terengah-engah. Saya tidak akan kuat menunggangi ombak ini hingga dua jam lamanya. Tapi yang pasti saat itu saya merasa bahagia luar biasa.

Surfing with many surfesr in one wave is another unique experience. Everybody laugh and share the same wave. Don’t have to wait too long, my leg is getting exhausted. I can’t stand to ride this wave for two hours. But for sure, I feel very happy!

DSC_9168

Bono River Community
Bono River Community

All pics by @barrykusuma

For more info/ resevation :

FB Bono River Comunnity 

Edi Bono : +62812463631

18 Replies to “Surfing Bono”

  1. indah dan menantang sekali spot surfingnya mbak …
    mbak ghanafiah dan mas berry, boleh sy izin menggunakan pics yang ada disini untuk blog saya (www.tops-travel.com), sy mau nulis tentang ombak bono…sy akan pasang credit/ links dibawah artikelnya …

    1. Halo Mas Andi, terimakasih untuk apresiasinya terhadap blog gemala.me. Sayang sekali sebagian besar foto yang saya gunakan hasil karya fotographer yang saya dapatkan ijinnya hanya untuk blog saya. Apalagi blog yang Anda maksud bersifat komersial. Terimakasih untuk pengertiannya. Salam.

  2. Mau mengalami dorongan ombak laut seperti di bono ini,. Para peselancar wajib mencobanya di perairan laut maluku utara di antara dua pulau yang lurus dan sedikit berbelok di kala air pasang atau surut (lautnya jernih ,koralnya cantik, ikan kecil dan besarnya banyak, dari muara reef leupapua selat capalulu, melewati tengah pulau / lokasi reef solaiman tarmala selat capalulu) saya jamin peselancar akan terkagum kagum akan ke indahannya. dapt di tempuh melalu Jakarta-ternate pesawat (2jam). Ternate – pulau sanana (14Jam) kapal feri (ada kamar tidur dan dek kamar barak. Pulau sanana_pulau Pas Ipa (4jam) Kapal motor kayu , kamar tidur dak bawah. Di jamin siapa duluan mencobanya akan menjadi yang pertama dan paling banyak ceritanya Amien YRA

Leave a Reply